Salah satu program reformasi birokrasi adalah reformasi tenaga honorer. Beberapa kebijakan dan langkah-langkah pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan tenaga honorer adalah sebagai berikut.
Pemerintah saat ini gencar melakukan reformasi dalam penataan tenaga honorer untuk menciptakan sistem kepegawaian yang lebih efektif dan profesional. Langkah ini diambil sebagai upaya meningkatkan kualitas aparatur sipil negara (ASN) dan memastikan tata kelola kepegawaian yang lebih baik.
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Zudan Arif Fakrulloh, dalam wawancara dengan RRI pada Kamis, 6 Februari 2025, menjelaskan bahwa penyelesaian masalah tenaga honorer saat ini hanya berlaku bagi mereka yang terdaftar dalam database BKN. Sementara itu, tenaga honorer yang tidak memenuhi syarat untuk mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahap 2 berpotensi dirumahkan.
Zudan menegaskan, regulasi ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023, yang melarang kepala daerah menerima tenaga honorer baru. Selain itu, hanya tenaga honorer yang terdaftar dalam database BKN dan memiliki masa kerja minimal dua tahun yang dapat mengikuti seleksi PPPK tahap 2.
Bagi tenaga honorer yang tidak terdaftar dalam database BKN, masa depan mereka masih belum pasti. Namun, pemerintah memberikan kelonggaran bagi tenaga honorer yang telah bekerja minimal dua tahun hingga Oktober 2023. Mereka masih memiliki kesempatan untuk mengikuti seleksi PPPK.
Berikut adalah beberapa kriteria tenaga honorer yang berpotensi dirumahkan mulai tahun 2025:
Kebijakan ini telah mulai diterapkan di beberapa daerah, seperti Sumatera Barat dan Jembrana, Bali. Di Jembrana, tenaga honorer dengan masa kerja kurang dari dua tahun telah dirumahkan. Zudan menyatakan bahwa tenaga honorer yang terdampak kebijakan ini menghadapi ketidakpastian, sementara pemerintah daerah sedang mencari solusi untuk memberikan peluang kerja bagi mereka.
Salah satu opsi yang sedang dipertimbangkan pemerintah adalah skema outsourcing melalui perusahaan pihak ketiga. Dengan skema ini, tenaga honorer dapat tetap bekerja di instansi pemerintah, meskipun dengan status kontrak dari penyedia tenaga kerja. Namun, pelaksanaan skema ini sangat bergantung pada anggaran daerah dan regulasi yang berlaku.
Kebijakan penghentian tenaga honorer yang tidak memenuhi syarat untuk mengikuti seleksi PPPK tahap 2 menandai langkah tegas pemerintah dalam menata ulang sistem kepegawaian. Meskipun bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme ASN, kebijakan ini juga membawa tantangan sosial yang perlu segera diatasi agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat.
Dengan reformasi ini, pemerintah berharap dapat menciptakan sistem kepegawaian yang lebih transparan, efektif, dan profesional, sekaligus memberikan kepastian bagi tenaga honorer yang memenuhi kriteria.