Skandal Pemilu Tiga Periode

Skandal Pemilu Tiga Periode

Skandal pemilu tiga periode – Perbincangan pemilu tiga periode oleh pemimpin Indonesia sampai saat ini masih terus dibicarakan. Terlebih tahun depan adalah tahun demokrasi. Artinya Indonesia sedang mengalami fase transisi dimulai dari otoritarian lama dan diikuti dengan berakhirnya pengesahan lembaga politik dan aturan politik baru dibawah payung demokrasi.

Walaupun dimasa sekarang ini Indonesia banyak kritis dan skeptis terhadap masa depan demokrasi negara ini. Nyatanya dalam pemilihan umum masih banyak terjadi Salah satu masalah utama adalah terjadinya kecurangan dalam pemilihan umum.

Hal ini dapat terjadi karena lemahnya pengawasan dan penegakan hukum yang tidak efektif. Masih banyak warga yang belum memiliki pemahaman yang cukup tentang proses demokrasi dan hak-hak mereka sebagai warga negara.

Politik Blunder

Selain itu, kebijakan yang dibuat oleh pemerintah seringkali tidak mengakomodasi kepentingan masyarakat secara luas. Beberapa kebijakan seringkali diambil tanpa melibatkan partisipasi masyarakat, sehingga menghasilkan kebijakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan keinginan mereka.

Kritik dan skeptisisme mengenai masa depan demokrasi di Indonesia bukanlah hal yang sepele. Namun, dengan upaya yang tepat dan kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat, kita dapat memperbaiki sistem demokrasi di Indonesia dan melindungi hak-hak warga negara.

Politik Indonesia dalam Sejarah

Sebelumnya melihat sejarah demokrasi dari tahun ketahun, budaya pemilu pemimpin Indonesia dalam pelaksanaanya pasti dilakukan dalam kurun lima tahun sekali dengan batas maksimal masa jabatan dua kali periode.

Namun kini semakin berubah seperti halnya, presiden dimasa Soekarno pada tahun 1945-1967, Soeharto dengan 31 tahun menjabat, BJ Habibie yang singkat dengan 17 bulan masa jabatan, Abdurrahman Wahid bertahan selama 1 tahun yang dilanjutkan dengan Megawati dengan 1 periode, Susilo Bambang Yudhoyono dengan 2 periode hingga Jokowi yang menjabat dari tahun 2014-sekarang. Itu artinya budaya demokrasi dari tahun ke tahun selalu melekat dengan 2 kali periode.

Berpacu pada acuan diatas, pengadaan pengadaan pemilu pemimpin selama ini pelaksanaannya maksimal 2 kali periode. Terkecuali pada saat tahun covid-19 seluruh demokrasi di dunia pemilihannya dilakukan penundaan.

Jika hal itu menjadi alasan bagi pemerintah di Indonesia untuk tetap membudidayakan pemilu 3 kali periode, agaknya tidak relevan. Sebab pada saat ini Indonesia sudah melampaui masa-masa pandemi. Sehingga jika hal itu diterapkan maka akan menjadi boomerang bagi perpolitikan di Indonesia maupun dinegara-negara lainnya.

Pemilu di Luar Negeri

Seperti pemilu legislatif di Iran (21 Februari 2020), pemilu presiden di Peru (11 April 2021), pemilu di Kosta Rika (6 Februari 2022) dll. Misalnya, Myanmar masih dikuasai militer dan ketegangan terus mempengaruhi politik, keamanan, ekonomi, dan lainnya. Myanmar sejauh ini belum mampu menyelesaikan persoalan hasil pemilu yang telah berlangsung.

Selain itu, sejumlah negara lain juga mengalami hal yang tidak jauh berbeda, sehingga mengancam stabilitas kawasan. Sebuah kepemimpinan yang sukses tidak dilihat dari berapa lama seseorang menjabat, melainkan dari hasil kinerjanya dan dampak positif yang telah dicapai untuk negara dan rakyatnya.

Pemimpin Idaman

Seorang pemimpin yang baik harus mampu menyelesaikan tugasnya dalam waktu yang ditentukan dan memberikan kontribusi yang signifikan dalam memajukan negara.

“Demokrasi harus berlandaskan kedaulatan hukum dan persamaan setiap warga negara tenpa membedakan latar belakang ras, suku agama dan asal muasal, di muka-undang- undang.”

Gus Dur

Dalam kalimat pepatah diatas selain menganut demokrasi, sebuah demokrasi yang berkembang itu sangat penting untuk memastikan bahwa kedaulatan hukum dan persamaan setiap warga negara dihormati dan diterapkan secara konsisten.

Pemerintah, lembaga hukum, dan seluruh masyarakat memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip ini dijunjung tinggi dan dijalankan dengan adil, sehingga memungkinkan partisipasi aktif dari semua warga negara dan mendorong perkembangan yang inklusif dan berkelanjutan.

Perpanjangan Masa Jabatan? Why?

Usulan perpanjangan masa jabatan presiden telah memicu perdebatan sosial. Banyak yang percaya ini mengarah pada penyalahgunaan kekuasaan dan merajalelanya korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu, penundaan pemilu bisa menjadi ancaman bagi negara Indonesia yang beragam ras, etnis, dan budaya.

Oleh karena itu penting bagi kita untuk melestarikannya. Stabilitas, keamanan, dan demokrasi di dalam negara, menghormati batasan amanat kepala negara dan pemerintahan yang diatur dalam konstitusi.
Ambisi menang pemilu bagi parpol itu boleh dan sah-sah saja.

Namun, jika itu dilakukan dengan menghalalkan segala cara, lewat politik uang misalnya, atau kampanye hitam, bisa berdampak buruk bagi rakyat. Kontestasi politik lewat pemilu tak lain sebagai sarana membangun konsolidasi politik agar kehidupan politik di Tanah Air menjadi dewasa, serta muaranya menuju kematangan demokrasi.

Padahal pemilu merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, pemilu harus berdampak pada kualitas hidup masyarakat yang semakin kaya. Mengingat hakikat demokrasi adalah persatuan dan kebangsaan, maka para wakil ini tidak boleh berunding.

Demikianlah opini ini ditulis oleh salah seorang mahasiswa asal STIKOM Semarang (Okinawa Fauziyah). Bagaimana pendapat anda mengenai skandal pemilu tiga periode di kancah perpolitikan ini? Silahkan tulis pada kolom komentar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You might also like