Pemerintah Indonesia melalui sejumlah kementerian dan lembaga mulai menerapkan pola kerja baru bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), yaitu WFO dan WFA. Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Tujuannya untuk meningkatkan efisiensi anggaran dalam pengelolaan APBN dan APBD.
Salah satu langkah konkretnya adalah penerapan sistem kerja hybrid. Apa itu sistem kerja hybrid? Sistem kerja hybrid yaitu kombinasi antara Work from Office (WFO) dan Work from Anywhere (WFA).
Badan Kepegawaian Negara (BKN) telah resmi menerbitkan aturan baru yang mewajibkan ASN bekerja 3 hari di kantor dan 2 hari dari lokasi fleksibel (WFA) setiap minggunya. Kebijakan ini diharapkan dapat membantu mengurangi biaya operasional yang tidak perlu, sekaligus mengoptimalkan efisiensi anggaran negara.
Menurut Kepala BKN, Zudan Arif, penerapan sistem kerja hybrid ini tidak hanya bertujuan untuk efisiensi anggaran, tetapi juga untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap penggunaan anggaran negara. Selain itu, kebijakan ini juga menjadi uji coba untuk mengukur keandalan sistem digitalisasi manajemen ASN, khususnya Sistem Informasi ASN (SIASN) yang terintegrasi.
Tidak hanya BKN, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) juga akan menerapkan Flexible Working Arrangement (FWA) bagi para pegawainya. Sebelumnya, FWA pernah diterapkan selama masa pandemi Covid-19, di mana pegawai diperbolehkan bekerja dari lokasi fleksibel dengan batas maksimal 30% dari total pegawai di setiap unit kerja.
Menteri PANRB, Rini Widyantini, menekankan dua prinsip utama dalam penerapan FWA:
Penerapan pola kerja hybrid ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kinerja ASN. Selain itu, kebijakan ini juga menjadi peluang untuk mendorong inovasi dalam penyelesaian pekerjaan, termasuk menemukan pegawai yang memiliki talenta digital. Dengan sistem kerja yang lebih fleksibel, diharapkan ASN dapat lebih produktif dan mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi.
Kebijakan kerja hybrid ini tidak hanya bermanfaat bagi ASN, tetapi juga bagi negara. Dengan mengurangi hari kerja di kantor, biaya operasional seperti listrik, transportasi, dan fasilitas kantor dapat ditekan. Hal ini sejalan dengan tujuan Inpres Nomor 1 Tahun 2025 untuk mencapai efisiensi anggaran yang lebih baik.
Dengan diterapkannya sistem kerja hybrid, ASN diharapkan dapat lebih fleksibel dan produktif dalam menjalankan tugasnya. Kebijakan ini juga menjadi langkah awal untuk mengoptimalkan penggunaan anggaran negara dan meningkatkan kualitas pelayanan publik. Tantangan ke depan adalah memastikan bahwa sistem digitalisasi dan manajemen kinerja ASN dapat berjalan dengan baik, sehingga tujuan efisiensi dan efektivitas dapat tercapai.